Di dalam disiplin ilmu Teknik Sipil terutama jurusan Sipil Basah, tentu kita telah mengenal siklus hidrologi dengan baik. Dalam merencanakan sistem jaringan irigasi beserta bangunan-bangunannya, perlu pemahaman siklus hidrologi yang baik. Pemanasan air samudera oleh sinar matahari merupakan kunci proses siklus hidrologi tersebut dapat berjalan secara kontinu. Air berevaporasi, kemudian jatuh sebagai presipitasi dalam bentuk hujan, salju, hujan batu, hujan es dan salju (sleet), hujan gerimis atau kabut.
Pada perjalanan menuju bumi beberapa presipitasi dapat berevaporasi kembali ke atas atau langsung jatuh yang kemudian diintersepsi oleh tanaman sebelum mencapai tanah. Setelah mencapai tanah, siklus hidrologi terus bergerak secara kontinu dalam tiga cara yang berbeda: Evaporasi / transpirasi – Air yang ada di laut, di daratan, di sungai, di tanaman, dsb. kemudian akan menguap ke angkasa (atmosfer) dan kemudian akan menjadi awan. Pada keadaan jenuh uap air (awan) itu akan menjadi bintik-bintik air yang selanjutnya akan turun (precipitation) dalam bentuk hujan, salju, es.
Al Quran merupakan pedoman hidup manusia, termasuk ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam Al Quran, bisa ditemukan ayat-ayat baik berupa penemuan-penemuan baru dan ajaib maupun penyempurnaan atau koreksi terhadap teori-teori yang sudah ada.
Menurut ilmu yang kita pelajari, jumlah air di bumi secara keseluruhan relatif tetap, yang berubah adalah wujud dan tempatnya. Selama ini, kita belajar bahwa air hujan berasal dari air laut yang menguap, berkumpul menjadi awan hujan, lalu airnya turun kebumi. Hal ini dijelaskan dalam Surat An-Nuur, “Tidaklah kamu melihat bahwa Allah mengerakan awan, kemudian mengumpulkan antara (bagian-bagian)nya, kemudian menjadikannya bertindih-tindih, maka kelihatanlah olehmu hujan keluar dari celah-celahnya …..(Q.S. an-Nuur 24:43).
Ibrahim B. Sayed, seorang ahli fisika dan profesor obat-obatan nuklir dari Universitas Louisville, AS, mengungkapkan kekagumanya atas kebenaran ayat-ayat Al-Qur’an tentang fenomena-fenomena alam dari pandangan ilmu pengetahuan “Telah terbukti dalam sejarah, Islam tidak pernah berselisih dengan sains, dan Al-Qur’an tidak berkontradiksi atau berlawanan dengan penemuan-penernuan sains modern. Sejalan dengan itu para Pakar Barat memuji ilmuwan-ilmuwan Muslim yang telah menguasai Ilmu pengetahuan jauh lebih dulu dari mereka. Bahkan 1400 tahun sesudahnya, sains modern mulai menerangi kebenaran wahyu-wahyu Al-Qur’an dan menguatkan keabsahannya.” tutur Ibrahim B. Sayed selanjutnya.
Antara lain ia mengutip surah an-Nur: 43 yang isinya menceritakan bagaimana Allah mencucurkan hujan dari awan yang ditiupkan angin ke suatu tempat dan menjadi mendung yang kian pekat dan padat. “Tidakkah kaulihat Allah menggiring awan dan mengumpulkannya, lalu menjadikannya bertumpang tindih. Maka kaulihat hujan pun turun dari celah-celahnya. Pada saat tersebut Allah menggambarkan proses terbentuknya awan dan hujan yang mengucur dari awan-awan itu. Fenomena ini sudah dikenal seluruh umat manusia dan bukan sesuatu yang luar biasa.
Akan tetapi, satu hal yang belum diketahui kebanyakan manusia adalah kelanjutan ayat tersebut yang bercerita tentang komet-komet salju, yang di situ dinamakan gunung-gunung dari baradin. Tetapi anehnya, bukan berasal dari awan, melainkan dari langit atau ruang angkasa. “Dan Allah menurunkan dari langit, gunung-gunung berisi butiran-butiran es yang dijatuhkan kepada siapa pun yang dikehendaki-Nya, dan dipalingkan dari siapa pun yang dikehendaki-Nya”. Ayat-ayat senada dapat dijumpai pula pada surah al-Baqarah: 22 yang mengatakan bahwa A1lah menurunkan air dari langit dan bukan dari awan. Juga pada surah Ibrahim: 32 serta an-Nahl: 10 dan 65. Marilah kita simak lanjutan dari Surat An-nuur (24) ayat 43 di atas, dan Dia (juga) menurunkan (butiran-butiran) es dari langit, (yaitu) dari gumpalan- gumpalan awan laksana gunung-gunung, maka ditimpakan-Nya (butiran-butiran) es itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan dipalingkan-Nya dari siapa yang dikehendaki-Nya. Kilauan kilat awan itu hampir-hampir menghilangkan penglihatan.” (Al Qur’an, 24:43).
Nah, kalimat tadi semakin ganjil dan aneh. Selain menurunkan hujan dari awan, Allah juga menurunkan es sebesar gunung dari langit. Misteri ini tersimpan ratusan tahun. Para ahli tafsir bingung menafsirkannya. Ayat ini dengan jelas menerangkan bahwa Allah menurunkan gunung-gunung berisi bola-bola es atau komet-komet salju dari langit ke bumi. Sampai tahun 1986 fenomena tersebut belum diketahui manusia. Barulah pada tahun 1988 kebenaran ayat itu mendapat konfirmasi dari ilmu pengetahuan, atau dalam bahasa yang lebih tepat, ilmu pengetahuan baru menemukan kebenaran ilmiah yang sudah lama diungkapkan oleh Al Quran.
Dr. Louis Frank, seorang ahli fisika dari Universitas Iowa USA, mempelajari data yang dikumpulkan oleh satelit Dynamic Explorer 1 sejak tahun 1981 hingga 1986. Satelit tersebut merekam gambar-gambar ultraviolet, terutama untuk mempelajari lapisan udara yang mengitari bumi. Dari gambar-gambar ini Dr. Louis Frank menemukan lubang-lubang yang menembus atmosfer. Hingga saat itu belum ada yang bisa menerangkan, lubang-lubang apa itu sebenarnya. Ia memilah-milah sejumlah penjelasan dari berbagai pakar setelah menganalisisnya dengan tekun. Akhirnya ia menyimpulkan bahwa lubang-lubang itu hanya mungkin terbuat oleh bola-bola es atau komet-komet salju yang datang dari ruang angkasa (langit).
Ia memperkirakan, tiap komet beratnya sekitar 100 ton, terbungkus oleh lapisan hidrokarbon berwarna hitam. Komet-komet itu berjatuhan ke bumi kurang-lebih 100 juta banyaknya tiap tahun, atau 19 butir tiap menit. Ukurannya kira-kira 30 kaki (20 meter). Menurut Dr. Clayen Yeates, ahli fisika pada Laboratorium Tenaga Dorong Jet di Pasadena, komet-komet tersebut berkecepatan 10 km per detik sejajar dengan kecepatan bumi, dan berada 1000 km di atas bumi. Bola-bola batu atau komet-komet salju itu lalu berpencaran menjadi butiran-butiran kecil dan menguap di atmosfer. Akhirnya uap ini akan berjatuhan sebagai hujan dan menyatu dengan sistem perputaran air di bumi.
Dalam perhitungan Dr. Louis Frank, tiap 10.000 tahun komet-komet itu dapat mengisi satu Inci atau 2,5 cm dari seluruh persediaan air yang terdapat di bumi. Maka bumi ini terbentuk 4,9 miliar tahun yang lalu, dan kejadian tersebut sudah berlangsung sejak awal terbentuknya bumi, proses turunnya komet-komet itu memang dapat memenuhi kebutuhan air untuk mengisi semua lautan dan bungkahan-bungkahan salju dl kutub.
Dengan menggunakan teleskop yang dapat menangkap seisi ruang angkasa di Observatorium Kitt Peak, Arizona, Dr. Yeates meneropong ke langit dan melihat bola-bola es itu berada pada jarak 150.000 km di atas bumi. Ia berhasil memotret bola-bola es atau komet-komet salju itu kian mendekati bumi. Seraya mendecak takjub la berkata kepada Prof . Ibrahini B. Sayed, “Sungguh mengherankan. Hasil-hasil penyelidikan ini sesuai betul dengan ramalan-ramalan Al-qur’an.”
Akhirnya izinkanlah saya meminjam ungkapan hati dari Ir. H. Bambang Pranggono, MBA, IAI dalam bukunya Mukjizat Sains Al Quran, 2008, sebagai berikut: “Setelah ditemukan bukti-bukti di atas, apa lagi yang masih menghalangi kita untuk mematuhi semua perintah Allah yang tertuang dalam Al Quran?”.***
oleh : Ir. Rony Ardiansyah, MT
0 komentar:
Posting Komentar