Latest News
Sabtu, 21 Maret 2015

Sulitnya Mendaki Langit


Ir. Rony Ardiansyah, MT, IP-U.

Peminat Sains Qur’an/Dosen Pasca Sarjana Magister Teknik Sipil UIR

Marilah kita simak informasi Allah SWT, berikut ini. “Barangsiapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk Islam. Dan barangsiapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki ke langit.” (Qs.6 Al-An’am : 125). Bayangkan seorang pilot pesawat tempur. Ketika ia melakukan manuver menurun dan mendaki langit, sebenarnya ia sedang melakukan gerakan-gerakan yang berbahaya bagi tubuhnya. Terutama otak dan jantungnya yang berada di rongga dada. Jika dia bermanuver ke langit dengan percepatan 2 kali gravitsi bumi (2G), maka badannya akan mengalami tekanan dua kali lipat dari biasanya. Kalau bobot badannya pada kondisi normal 75 kg, misalnya, maka pada saat manuver itu bobotnya akan menjadi 150 kg. Jika kepalanya berbobot 10 kg, tangannya berbobot 5 kg, dan kakinya berbobot 6 kg apa yang akan terjadi saat manuver? Banyak pilot pesawat melakukan manuver sampai 5G, 5 kali gravitasi bumi. Tentu bobot kepalanya menjadi 50 kg, tangannya menjadi 25 kg, kakinya menjadi 30 kg, dan seterusnya. Bisa-bisa sang pilot tidak mampu mengangkat kepala, karena otot lehernya tidak terlatih. Atau bisa jadi tangannya menjadi sulit digerakkan untuk menggerakan kemudi, karena ototnya mendadak seperti lemas tak bertenaga.

Pilot yang tidak terlatih (menurut Agus Mustofa), bisa-bisa mengalami black out alias semaput atau pingsan di angkasa. Judul artikel ini saya ambil dari salah satu judul dalam “Miracle Of The Quran” yang disusun oleh Caner Taslaman, 2006. Orang yang merasa dadanya sempit dan sesak diumpamakan seperti orang yang mendaki langit. Kita tahu sekarang bahwa ketika naik ke langit, tekanan atmosfer secara bertahap menurun, meningkatnya tekanan darah sehingga menyebabkan kerusakan pada fungsi jantung dan vena karena kekurangan oksigen, yang pada gilirannya mempengaruhi paru-paru, membuat kita merasa tercekik. Jika kita bersih kukuh terus naik lebih tinggi, akan tibalah saat ketika nyawa melayang. Belum ada pesawat udara apa pun pada masa Nabi. Torricelli adalah orang yang pada tahun 1643 menemukan termometer raksa. Dengan termometer itu, dia menunjukkan bahwa atmosfer memiliki tekanan. Untuk menyebutkan adanya penurunan tekanan pada masa itu adalah mustahil. Tidak ada informasi memadai tentang sirkulasi darah tau paru-paru. Orang baru akan tahu bahwa mendaki ketinggian menimbulkan kesulitan bernapas ketika mereka naik semakin tinggi. Tetapi dalam ayat di atas, disebutkan pendakian menuju langit. Orang-orang yang mengalami kesulitan respirasi di puncak gunung yang telah didakinya mungkin menisbahkan kesulitannya itu bukan pada kurangnya oksigen di ketinggian. Ayat di atas berbicara tentang proses yang berlangsung ketika orang naik ke langit. Persoalannya bukan tentang pengalaman yang dipunyai seseorang di puncak bukit. Naik ke langit memiliki konotasi lebih luas. Mengenai bukti, oksigen yang tipis pada ketinggian di muka bumi. Saya pernah menulis sebuah artikel berjudul teknik sipil Jalur kereta api Qinghai-Tibet ini, yakni jalan rel tertinggi di dunia. Jalur kereta api Qinghai-Tibet ini, juga melintasi wilayah Naqu, yaitu sebuah kota yang terletak di daratan berumput pada ketinggian 14.850 kaki. Untuk mengatasi persoalan oksigen yang tipis, para buruh pun membawa tabung oksigen untuk memasuki terowongan pada saat pelaksanaan pekerjaannya. Jalur kereta api Qinghai-Tibet ini, merupakan sebuah keajaiban teknologi dan tercatat sebagai keajaiban dalam sejarah perkeretaapian di dunia. Jalan kereta api ini dibangun dengan teknologi tinggi. Gerbong kereta didesain sedemikian rupa, dengan masker oksigen di tiap kursi untuk mengatur kadar oksigen untuk mengatasi kandungan oksigen yang tipis di ketinggian, sehingga di dalam gerbong tetap memiliki tekanan oksigen saat kereta melintasi peda ketinggian 3 mil di atas permukaan laut. Ketika rasio oksigen dengan tekanan ada pada angka ideal, fungsi tubuh manusia tidak mengalami kesulitan ketika ia naik dari permukaan laut sampai ketinggian 3.000 meter. Pada ketinggian di antara 3.000 sampai 5.000 meter, tekanan darah meningkat dan sulit untuk bernapas. Pada ketinggian 7.500 meter, jaringan tubuh amat sangat membutuhkan oksigen. Di atas ketinggian ini, orang akan pingsan; sirkulasi darah, sistem respirasi, dan saraf mulai macet. Perubahan pada tekanan atmosfer mempengaruhi sirkulasi, menaikkan tekanan darah yang mengalir lewat vena dan arteri. Keseimbangan gas-gas di dalam tubuh serta distribusi gas dalam darah dan jaringan (terutama nitrogen) terganggu. Efek mekanis dari peningkatan dan penurunan seketika tekanan darah berakibat pada pecahnya pembuluh darah. Efek perubahan volume gas bisa dikelompokkan sebagai berikut: rusaknya gendang telinga, radang telinga bagian tengah, sinusitis karena perubahan volume udara di dalam sinus, sakit gigi (karies), kesulitan buang angin, dan kolik… Berkat perbandingan ideal oksigen, kita bisa dengan nyaman bernapas dan sirkulasi darah kita berjalan normal. Prof. Michael Denton mengatakan bahwa jika kerapatan udara sedikit lebih tinggi, resistansi udara akan mencapai proporsi yang tinggi dan akan mustahil merancang sistem pernapasan untuk menyediakan cukup oksigen bagi organisme yang bernapas. Untuk mencari angka optimal di antara tekanan-tekanan atmosfer dan proporsi oksigen yang mungkin untuk kehidupan, pilihan lita sangat terbatas. Terpenuhinya begitu banyak persyaratan untuk betahan hidup di dalam batasan sempit ini tentu saja menunjukkan rancangan yang sempurna. Kesempurnaan ciptaan Allah sekali lagi terwujud dalam perjalanan telaah kita tentang atmosfer, selaras dengan kadar oksigen di udara sesuai dengan struktur biologis kita.
  • Blogger Comments
  • Facebook Comments

0 komentar:

Posting Komentar

Item Reviewed: Sulitnya Mendaki Langit Rating: 5 Reviewed By: Muslimina