Temuan menarik yang tak bisa dianggap enteng oleh para ilmuwan adalah penelitian yang dipimpin oleh DR Yoshihiro Kawaoka dari Universitas Winsconsin beserta 12 saintis lainnya. Hasil penelitian mereka diturunkan dalam Journal of Virology pada tahun 1997 dan menyebutkan bahwa kerongkongan babi memiliki sel-sel tertentu yang mampu mengubah berbagai kuman menjadi virus berbahaya yang mengancam jiwa manusia.
Bukan hanya jurnal ilmiah, kantor berita seperti BBC pun pernah mengulas secara luas peran babi yang menjadi pemicu virus-virus ganas dalam sejarah kesehatan dunia.
Profesor Robin Weiss dari Institut Kajian Kanker London menemukan,bahwa daging babi memiliki banyak virus yang tak bisa dipisahkan atau dimatikan dari dagingnya karena virus-virus tersebut dibawa babi dalam
DNA-nya. Lewat kajian yang dilakukannya, akhirnya Robin Weiss berhasil membuat pemerintah Inggris mengeluarkan larangan transplantasi organ babi pada manusia. (Campaign for Responsible Transplantation – Press Releases 1998, New Biotech Partnership Threatens Public Health, Oct. 21 1998)
Berbagai virus yang ada di dunia menemukan tempat inkubasi yang sangat strategi dalam hewan seperti babi. Kemudian bermutasi menjadi virus-virus ganas yang menjangkiti para pemakan babi. Selanjutnya, para pemakan babi akan menularkan virus-virus tersebut kepada orang-orang yang bahkan menyentuh babi pun tak pernah. Inilah kesimpulan yang dihasilkan oleh para ilmuwan yang mempelajari kasus flu burung yang menghebohkan dunia belum lama ini.
“Dalam tubuh babi-lah aneka virus tersebut bertemu dan bermutasi hingga akhirnya mengeluarkan virus baru yang mengandung material pendukungnya dengan sifat yang baru pula,” ujar peneliti dari Pusat Penyakit Tropis, CA Nidom.
Menurutnya tubuh babi merupakan wahana pencampur (mixing vessel) atau tempat bertemu dan bermutasinya berbagai jenis virus tersebut yang kemudian bercampur dan menghasilkan virus baru dengan karakter baru.
Hingga saat ini hanya tubuh babi-lah yang memungkinkan bercampurnya material genetika virus flu burung terjadi. Hewan ini memiliki perangkat biologis yang memungkinkan percampuran genetic virus terjadi.
Percampuran genetika ini terjadi ketika virus ini masuk tubuh babi ke selepitel babi melalui reseptor alfa 2,3 sialic acid dan reseptor alfa 2,6 sialicacid.
Di dalam sel babi virus ini mereplikasi dan terjadi pertukaran genetika yang terdiri dari delapan fragmen seperti HA, NA, PA, PB1, Pb2, M, NP dan NS.
Fragmen-fragmen ini bisa bertukar hingga membentuk anak baru dari gengen virus tersebut. Bisa juga terjadi antigenic drift, yakni proses mutasi dengan material genetika “anak virus” yang lebih kompleks.
Dalam kasus flu babi ini, penataan ulang gen virus ini menghasilkan struktur luar yang sama dengan induknya yakni H1N1. Walaupun material genetika nya berasal dari virus flu unggas dan flu manusia.
Sehingga sebelum menyerang manusia virus ini sepertinya sudah tertata ulang secara rapi di dalam tubuh babi.
Barulah kemudian masuk ke dalam tubuh manusia. Adaptasi dengan tubuh manusia terjadi pada orang yang pertama terinfeksi virus ini, yang kemudian menular ke orang dengan kecepatan tinggi. Sebenarnya, tingkat keganasan virus flu babi tipe H1N1 lebih rendah dari virus flu burung bertipe H5N1 yang mencapai 80 persen. Namun tingkat penyebaran dan penularan yang tinggi dari virus flu babi membuat para ahli tersentak.
Flu babi yang dalam bahasa klinis disebut dengan kode H1N1,sesungguhnya juga bukan virus baru. Banyak peristiwa dalam sejarah yang menyebutkan bahwa virus ini telah memakan korban yang besar. Pada tahun 1918, virus ini telah membunuh lebih dari 20 juta manusia yang hari itu jumlahnya tentu belum sebanyak sekarang. Bahkan ada data yang menyebutkan, lebih dari 40 juta jiwa meninggal karena flu babi. Virus ini berjangkit dari kuman-kuman yang ada pada babi dan menular pada tentara Amerika pada Perang Dunia I. Mobilisasi militer akhirnya membuat virus ini menyebar dengan cepat dan ganas.
Pada tahun 1957, muncul kasus Asian Flu dan juga Flu Hongkong yang terjadi pada tahun 1968. Virus-virus ini bermula dari babi dan telah memakan korban hampir dua juta orang. Pada kurun yang sama, tahun 1950-an, pemerintah Amerika pernah merilis bahaya mengonsumsi daging babi. Washington Post pada 31 Mei 1952 pernah memuatnya sebagai berita utama.
Flu Babi (swine influenza) merupakan penyakit influenza yang disebabkan oleh virus influenza A dengan subtipe H1N1. Cara penularannya dapat melalui udara dan kontak langsung antara penderita dan orang terdekatnya.
Adapun gejala adalah mirip dengan influenza seperti demam, batuk, pilek,lesu, letih, nyeri tenggorokan dan sesak napas yang disertai mual, muntah dan diare. Masa inkubasi flu babi berkisar 3-5 hari. Kematian akibat flu babi kemungkinan terjadi karena gangguan paru-paru atau pneumonia.
Penularan manusia pada manusia flu babi diperkirakan menyebar seperti flu musiman – melalui batuk dan bersin.
Badan Kesehatan Dunia, WHO, membenarkan bahwa setidaknya sejumlah kasus adalah versi H1N1 influenza tipe A yang tidak pernah ada sebelumnya. H1N1 adalah virus yang menyebabkan flu musiman pada manusia secara rutin. Namun versi paling baru H1N1 ini berbeda: virus inin memuat materi genetik yang khas ditemukan dalam virus yang menulari manusia, unggas dan babi. Virus flu memiliki kemampuan bertukar komponen genetik satu sama lain, dan besar kemungkinan versi baru H1N1 merupakan hasil perpaduan dari berbagai versi virus yang berbeda yang terjadi di satu binatang sumber. Atas kondisi terebut Badan Kesehatan dunia (WHO) menyatakan, virus flu babi berpotensi besar menjadi pandemi baru.
Virus jenis serupa sebelumnya pernah menjadi pandemi dunia pada tahun 1918. Virus ini dulu dikenal dengan nama Spanis Flu (Flu Spanyol). Korban penderita virus pada tahun 1918 sendiri mencapai angka sebanyak 50-60 juta jiwa. Korban penderita dari Indonesia sendiri tercatat mencapai angka 1,25 juta. Penyebaran virus flu babi bisa dicegah dengan pola hidup bersih dan sehat. Seperti mencuci tangan sebelum makan, setelah buang air dan setelah kontak fisik dengan hewan.
0 komentar:
Posting Komentar