Para ilmuwan menemukan fakta terbaru yang menarik tentang cara lumba-lumba berkomunikasi. Dengan menganalisis hasil eksperimen tahun 1970-an, mereka menyimpulkan bahwa proses lumba-lumba berkomunikasi dengan sesamanya serupa dengan manusia berbicara.
Temuan ini menjawab teka-teki yang sejak lama ada di kalangan ilmuwan: bagaimana lumba-lumba membuat suara siulan khasnya di permukaan air dan ketika menyelam di kedalaman laut di mana tekanan air menyebabkan gelombang suara merambat lebih cepat sekaligus mengubah frekuensi suara di saat bersamaan.
Untuk mencari jawabannya, Peter Madsen, seorang peneliti dari Institute of Bioscience di Aarhus University, Denmark, bersama koleganya menganalisa rekaman suara lumba-lumba hidung botol (Tursiops truncatus) jantan berusia 12 tahun yang berasal dari tahun 1977 dan baru-baru ini telah didigitalisasi.
Saat itu para ilmuwan berkesperimen dengan campuran gas helium dan oksigen yang dikenal dengan nama heliox. Gas itu diberikan pada lumba-lumba untuk dihirup saat bernafas. Sebagai gambaran pengaruh heliox, manusia yang menghirup gas ini suaranya akan terdengar seperti suara Donald Bebek.
Heliox digunakan untuk menirukan kondisi ketika melakukan penyelaman karena kemampuannya untuk mengubah frekuensi suara menjadi lebih tinggi. Namun, dalam eksperimen tersebut, lumba-lumba jantan yang telah diberikan heliox ternyata tetap menghasilkan suara siulan yang sama dengan frekuensi yang sama pula.
Setelah dianalisis, para ilmuwan menyimpulkan, alih-alih menggunakan pita suara lumba-lumba cenderung menggunakan jaringan di ronga hidung mereka untuk menghasilkan suara "siulan" khasnya. Para peneliti menduga, struktur dalam rongga hidung lumba-lumba, yang disebut bibir suara, adalah bagian yang menghasilkan bunyi siulan tersebut.
Meski begitu, Madsen menegaskan, lumba-lumba tidak benar-benar berbicara. Hanya saja, mereka berkomunikasi dengan suara yang dihasilkan dari proses suara yang sama dengan manusia. Hasil studi yang dilakukan Madsen bersama koleganya ini dipublikasikan lebih lengkap dalam jurnal Biology Letters.
0 komentar:
Posting Komentar