Sekian banyak yang menjelaskan tentang fenomena manusia, dimana rasanya ruang dan waktu tak mampu untuk menjelaskan rahasia dibalik itu semua. Namun kali ini kita coba mengupas tentang tulang ekor / sulbi / ‘ajbudz dzanab pada manusia, dimana beberapa hari ini ada beberapa teman coba menyangkal, membelokkan, dan atau salah persepsi serta pemahaman tentang sabda Rasulullah SAW tentang hal tersebut. [dimana saya duga penulis (berlinsianipar.com) tersebut coba mengomentari tulisan yang ada di arrahman.com
“Keajaiban Tulang Ekor / Tulang Sulbi, Hoax Atau Nyata?. Keajaiban tulang ekor pada proses pembentukan embrio manusia: apakah manusia diciptakan dari tulang ekornya?” (Dimana di akhir tulisannya ia menyatakan : Jadi, artikel keajaiban tulang ekor / tulang sulbi, bukti kebesaran Allah pada tulang ekor, keajaiban tulang bisa hidup kembali, dan artikel-artikel sejenisnya adalah HOAX dengan tambahan icon )
Mengomentari hal tersebut :
1. Adakah dari redaksi hadist tersebut yang menyatakan bahwa manusia diciptakan dari tulang ekor?, dimana jelas sekali dalam tesk bahasa Indonesia bahwa dinyatakan dirakit kembali. Hadist yang dikutip oleh arrahman.com adalah :
"Tiada bagian dari tubuh manusia kecuali akan hancur (dimakan tanah) kecuali satu tulang, yaitu tulang ekor, darinya manusia dirakit kembali pada hari kiamat" ( HR. Al Bukhari , Nomor : 4935 )
Senada juga dengan apa yang diriwayatkan oleh Imam Muslim Ra
“Seluruh bagian tubuh anak Adam akan (hancur) dimakan tanah kecuali tulang ekor. Darinya tubuh diciptakan dan dengannya dirakit kembali.” ( HR. Muslim, Nomor : 5254 )
Dalam ilmu mantiq (logika) manusia disebut sebagai Al-Insanu hayawanun nathiq (manusia adalah binatang yang berfikir). Nathiq sama dengan berkata-kata dan mengeluarkan pendapatnya berdasarkan pikirannya. Sebagai binatang yang berpikir manusia berbeda dengan hewan. Walau pada dasarnya fungsi tubuh dan fisiologis manusia tidak berbeda dengan Hewan, namun hewan lebih mengandalkan fungsi-fungsi kebinatangannya, yaitu naluri, pola-pola tingkah laku yang khas, yang pada gilirannya fungsi kebinatangan juga ditentukan oleh struktur susunan syaraf bawaan. Semakin tinggi tingkat perkembangan binatang, semakin fleksibel pola-pola tindakannya dan semakin kurang lengkap penyesuaian struktural yang harus dilakukan pada saat lahirnya. Namun setinggi-tingginya perkembangan binatang, elemen-elemen dasar eksistensinya yang tertentu masih tetap sama.
Dan manusia dalam pandangan Islam adalah salah satu mahluk ciptaan Allah SWT yang telah menurunkan Kitab Suci Alquran dimana di antara ayat-ayat-Nya adalah gambaran-gambaran konkret tentang manusia. Penyebutan nama manusia dalam Alquran tidak hanya satu macam. Berbagai istilah digunakan untuk menunjukkan berbagai aspek kehidupan manusia, di antaranya:
Dari aspek historis penciptaan manusia disebut dengan Bani Adam (Q.S. Al-A’raaf, 7:31).
Dari aspek biologis manusia disebut dengan basyar yang mencerminkan sifat-sifat fisik-kimia-biologisnya (Q.S. Al-Mukminun, 23: 33).
Dari aspek kecerdasan manusia disebut dengan insan yakni makhluk terbaik yang diberi akal sehingga mampu menyerap pengetahuan (Q.S. Ar-Rahmaan, 55: 3-4).
Dari aspek sosiologisnya disebut annas yang menunjukkan sifatnya yang berkelompok sesame jenisnya (Q.S. Al-Baqarah, 2: 21).
Dan dari aspek posisinya disebut ‘abdun (hamba) yang menunjukkan kedudukannya sebagai hamba Allah yang harus tunduk dan patuh kepadanya-Nya (Q.S. Saba’, 34:9).
Selain dari beberapa istilah tersebut di atas ajaran Islam dalam Alquran juga mengemukakan bahwa manusia adalah makhluk ciptaan Allah yang sempurna dan termulia dari makhluk-makhluk yang lain.
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.” (Q.S. At-Tin, 95: 4).
Maha benar Allah SWT dengan segala firman-Nya
2. Si penulis terlalu terburu-buru dan gegabah ataukah memang ia memang seorang yang benar-benar ahli dibidang itu dimana ia menulis bahwa “saya butuh setengah hari untuk mengumpulkan fakta, bukti dan menuliskannya menjadi tulisan ini”. Sedangkan Han Spemann atau para ahli yang lain dibidang itu butuh berhari-hari, berbulan-bulan, mungkin juga bertahun-tahun untuk hal tersebut.
3. Menegaskan bahwa fenomena tentang manusia adalah suatu bukti Kebesaran-Nya bagi manusia yang berakal.
Sebagian besar manusia menganggap tulang ekor yang terletak di bagian bawah ruas tulang belakang sebagai organ sisa yang tidak memiliki fungsi berarti. Anggapan ini juga dikuatkan oleh seorang ahli anatomi berkebangsaan Jerman, R Wiedersheim. Pada tahun 1895, ia membuat daftar 100 struktur anatomi tubuh yang dianggap tidak memiliki fungsi tersebut. Salah satunya adalah tulang ekor. Namun, seiring kemajuan tekhnologi, fungsi organ tersebut kian terkuak. Tulang ekor menyangga tulang-tulang di sekita panggul dan merupakan titik pertemuan dari beberapa otot kecil. Tanpa tulang ini, manusia tidak akan bisa duduk nyaman.
Sisi ajaib tulang ekor ini pun telah ditemukan. Adalah Hans Spemann, ilmuwan Jerman yang berhasil mendapatkan hadia nobel bidang Kedokteran pada tahun 1935. Dalam penelitiannya, ia memotong tulang ekor dari sejumlah hewan melata, lalu mengimplantasikan ke dalam embrio-embrio lain. Hasilnya, tulang ekor ini tumbuh sebagai janin kedua di dalam janin tuan rumah. Untuk itulah Hans menyebutnya dengan “The Primary Organizer” atau pengorganisir pertama.
Pada penelitian lain, Hans mencoba menghancurkan tulang ekor tersebut. Ia menumbuknya dan merebusnya dengan suhu panas yang tinggi dan dalam waktu yang sangat lama. Setelah menjadi serpihan halus, ia mencoba mengimplantasikan tulang itu pada janin lain yang masih dalam tahap permulaan embrio. Hasilnya, tulang ekor itu tetap tumbuh dan membentuk janin sekunder pada Guest Body (organ tamu). Meskipun telah ditumbuk dan dipanaskan sedemikian rupa, tulang ini tidak ‘hancur’.
Dilain pihak, Dr. Othman al Djilani dan Dr. Othman al Djilan juga melakukan penelitian serupa. Mereka berdua memanggang tulang ekor dengan suhu tinggi selam sepuluh menit. Tulang pun berubah, menjadi hitam pekat. Kemudian, keduanya membawa tulang itu ke al Olaki Laboratory, Sana’a, Yaman, untuk dianalisis. Setelah diteliti oleh Dr. al Olaki, profesor bidang histology dan pathologi di Sana’a University, ditemukanlah bahwa sel-sel pada jaringan tulang ekor tidak terpengaruh. Bahkan sel-sel itu dapat bertahan walau dilakukan pembakaran lebih lama.
Dilain hal, ‘ajbu dz-dzanab, atau tulang ekor –sari rikadatu atau relix dalam bahasa Hindu-Budha-, berdasarkan penelitian mutakhir, sebagaimana yang disampaikan oleh Jamil Zaini, Trainer Asia Tenggara Kubik Jakarta ketika mengisi acara buka puasa bersama di al Azhar-Solo Baru dengan tajuk, “Inspiring Day; Inspiring The Spirit of Life”, tulang ekor ini merekam semua perbuatan anak Adam, dari sejak lahir hingga meninggal dunia. Ia merekam semua perbuatan baik-buruk mereka. Dan perbuatan mereka ini akan berpengaruh pada kondisi tulang ekornya. Putih bersih atau hitam kotor. Semakin banyak energy positif atau kebaikan seseorang maka semakin bersih tulang ekornya, dan semakin banyak energy negative atau keburukan seseorang maka semakin hitamlah tulang ekornya. Dan dalam tradisi hindu-budha, mayat orang yang mati dari mereka akan dibakar, dan di antara yang dicari setelah mayit menjadi abu adalah tulang ekornya. Mereka ingin melihat apa warna tulang ekornya; putih atau hitam. Pak Jamil pun menjelaskan bahwa sekira tahun 2004 ada pameran tulang ekornya Shidarta Gawtama. Tulang ekornya Shidarta Gawtama putih bening bersih, ini karena energy positif yang dilakukan oleh Shidarta Gawtama banyak.
Dari petunjuk hadist di atas, Ilmuwan muslim pada paruh kedua abad ke-20 telah mendasarkan pemahaman mereka mengenai kemukjizatan hadis tentang tulang ekor ini pada kaidah pengetahuan yang paling dasar, yaitu “Tulang ekor merupakan bagian pertama yang tumbuh dari janin, biasa disebut dengan primitive streak, yaitu bagian utama yang terbentuk pada minggu ketiga”. Akhir kata,“Darimanakah pengetahuan Nabi yang memerlukan penelitian ilmiah tersebut? Dimana pertanyaan itu langsung bisa kita jawab ”Itulah suatu tanda bahwa memang benar adanya bahwa Beliau adalah Rasulullah dan tiada Rasul lagi setelah Beliau wafat.”
“Sesungguhnya yang benar itu datang dari Allah SWT dan yang salah itu (tolong diluruskan dan dimaafkan jika ada suatu kesalahan) sesungguhnya dating dari diri saya sendiri.”
0 komentar:
Posting Komentar