SETIAP huruf dalam huruf hijaiyyah memiliki angka nilai tertentu. Dengan kata lain, dalam bahasa Arab setiap huruf merupakan perwakilan nomor. Sejumlah perhitungan dapat dibuat dari dasar ini. Ini disebut sebagai numerologi (abjad) perhitungan atau “hisab al-Jumal.” Banyak Muslim yang telah mengambil keuntungan dari fakta bahwa setiap huruf hijaiyyah mewakili sebuah nomor telah digunakan dalam sejumlah bidang. Ilm’ul Jafr adalah salah satunya.
Jafr adalah ilmu yang mempelajari tentang apa yang mungkin terjadi di masa depan. Salah satu metode yang digunakan oleh orang-orang yang terlibat dalam ilmu ini adalah membandingkan bentuk-bentuk simbolis dan nilai-nilai numerologi huruf. Perbedaan utama antara “abjad” dan “jafr” metode adalah bahwa bentuk huruf mengacu pada apa yang telah terjadi dan nomor yang diwakili huruf untuk apa yang mungkin terjadi di masa depan.
Metode perhitungan adalah bentuk tulisan yang secara luas digunakan beberapa abad sebelum wahyu Al-Qur’an. Segala sesuatu yang terjadi dalam sejarah Arab ditulis dengan menghubungkan nilai-nilai numerik untuk huruf sehingga tanggal setiap peristiwa tercatat. Tanggal ini diperoleh dengan menjumlahkan nilai-nilai numerik tertentu untuk setiap surat yang digunakan.
Ketika ayat-ayat tertentu dari Al-Qur’an diperiksa dengan menggunakan metode “abjad,” kita akan melihat bahwa sejumlah tanggal muncul sesuai dengan arti dari ayat-ayat tersebut. Ketika kita melihat bahwa hal-hal sebagaimana dimaksud dalam ayat-ayat ini benar-benar terjadi pada tanggal yang dihitung menggunakan metode ini, kita memahami bahwa ada rahasia besar mengenai peristiwa-peristiwa dalam ayat-ayat ini. (Wallohu A’lam).
Seperti kejadian pendaratan manusia di bulan pertama kalinya pada tahun 1969 yang ditunjukkan dalam Al-Qur’an.
“Telah dekat datangnya saat itu dan telah terbelah bulan.” (QS. Al-Qamar:1)
Kata “insyaqqa” (terbelah) yang digunakan dalam ayat di atas berasal dari kata “syaqqa,” yang juga berarti “menyebabkan sesuatu naik, membajak atau menggali tanah.” Seperti dalam QS. ‘Abasa: 26-27,
“Kemudian Kami belah bumi dengan sebaik-baiknya, lalu Kami tumbuhkan biji-bijian di bumi itu,”
Seperti yang kita lihat, kata “syaqqa” dalam ayat di atas tidak digunakan dalam arti “membagi menjadi dua” tapi “membelah tanah, menuai berbagai tanaman.” Ketika dievaluasi pengertian ini, arti kata “syaqqa” dalam ungkapan “bulan telah terbelah” (QS. Al-Qamar: 1) juga dapat menunjukkan pendaratan manusia di bulan pada tahun 1969 dan studi yang dilakukan di daratan bulan. Wallohu A’lam. Bahkan, ada satu indikasi yang sangat penting di sini. Beberapa “abjad” dalam ayat Surat al-Qamar ini juga menunjuk pada angka 1969.
Satu hal penting dimana perlu ditekankan dalam metode ini perhitungan memiliki kemungkinan menghasilkan jumlah yang sangat besar atau tidak relevan.
Pada tahun 1969, astronot Amerika melakukan penelitian di Bulan, menggali tanah dengan berbagai peralatan, dan hasil galian (spesimen) itu ikut dibawa kembali ke Bumi.
Kita harus, bagaimanapun, membuat jelas bahwa pemisahan Bulan ini tentu saja salah satu mu’jizat yang diberikan kepada Nabi SAW. oleh Allah. Keajaiban ini terungkap sehingga dalam sebuah hadits disebutkan:
“Orang-orang Mekah meminta Rasulullah untuk menunjukkan kepada mereka sebuah keajaiban. Ia menunjukkan bulan dibelah menjadi dua bagian sehingga Gua Hira bisa terlihat diantara keduanya.” (HR. Bukhari).
Mu’jizat Rasulullah Saw. mengenai terbelahnya Bulan terungkap dalam ayat tersebut. Namun, karena Al-Qur’an adalah kitab yang tak pernah lekang oleh waktu, mungkin ayat ini juga ditujukan untuk penjelajahan Bulan di zaman kini seperti yang dilakukan pada tahun 1969. Wallohu A’lam Bishshowwaab. [hf/islampos/miracleofquran]
0 komentar:
Posting Komentar